Mungkin hasil paling berharga dari pendidikan adalah
kemampuan melakukan sesuatu yang harus dilakukan, pada saat harus dilakukan,
apakah Anda menyukainya atau tidak. ”
Thomas H. Huxley
(1825-1895)
Pada tahun 2000, seorang yang buta huruf bukan lagi
seorang yang tidak bisa membaca atau menulis, tetapi seseorang yang tidak bisa
belajar (learn), menanggalkan (unlearn), dan belajar lagi (learn again). ”
Alvin Toffler
“Dengan nurani, seseorang dapat melihat dengan benar;
yang esensial itu biasanya tak terlihat oleh mata ”
Antoine
de SaintExupery, from The Little Prince
|
“Ini bukan
mengenai saya sangat cerdas. Ini hanya sekedar saya telah bersama masalah itu
lebih lama. ”
Albert
Einstein
Cara
terbaik untuk memiliki ide bagus adalah memiliki banyak ide. ”
Linus
Pauling
Seni
terbesar bagi seorang guru adalah membangun keriangan dalam ekspresi kreatif
dan pengetahuan. ”
Albert
Einstein
“Pendidikan
adalah membantu anak-anak untuk merealisasikan potensi-potensi mereka. ”
Eric Fromm
Keberhasilan adalah saat Anda menyukai diri ANda,
menyukai apa yang Anda lakukan dan menyukai cara Anda melakukannya. ”
Maya
Angelou
Kita
dapat menyelamatkan lebih banyak lagi orang kalau mereka tahu bahwa mereka
adalah budak ”
Harriet
Tubman
Pendidikan mandiri –saya percaya sepenuhnya- adalah
satu-satu bentuk pendidikan yang ada.”
Isaac Asimov
Semua yang saya katakan di buku ini dapat diringkas
menjadi dua kata: Percayai Anak-anak (Trust Children). ”
John Holt, in "How Children
Learn"
Mengertilah lebih dahulu sebelum
dimengerti. ”
Steven Covey
“Pendidikan bukanlah
seberapa banyak yang tersimpan dalam ingatan atau berapa banyak yang Anda
ketahui. Tetapi, itu adalah kemampuan membedakan antara yang Anda ketahui dan
yang tidak. ”
Anatole France (1844 - 1924)
Segala sesuatu seharusnya dibuat sesederhana mungkin
tanpa menyederhanakannya. ”
Albert Einstein
“Kebahagiaan adalah saat
apa yang Anda pikirkan, katakan, dan lakukan berada dalam harmoni. ”
Mahatma Gandhi
“Mimpi adalah sekedar
mimpi. Tujuan adalah mimpi dengan rencana dan deadline. ”
Harvey Mackay
Saya berpegangan bahwa revolusi kecil sekarang dan
akan datang adalah sebuah hal yang baik. ”
Thomas Jefferson
Silent
Scream
|
Written
by Ines Setiawan
|
|
Beberapa
rekan yang berada di sekolah-sekolah 'mutakhir' (mahal) pernah bercerita
tentang apa yang mereka sebut sebagai 'silent scream' (jeritan yang tidak
terdengar). Sebagian dari kita tentu membayangkan betapa berbahagianya guru
yang mengajar di sekolah-sekolah mahal yang pasti memperoleh kesejahteraan
yang lebih dari cukup. Kenyataannya, sebagian besar guru bekerja dengan gaji
minim/tidak sebanding dengan mahalnya uang sekolah dan sistem kontrak tahunan
yang menyebabkan mereka tidak berani memikirkan masa depan. Segala macam
tunjangan atau bahkan asuransi kesehatan hanyalah mimpi, apalagi harapan
supaya anak-anak mereka juga mendapatkan fasilitas untuk bisa belajar di
sekolah tersebut. Banyak hal terjadi di balik pintu tertutup, tetapi berani
'bunyi' berarti 'selamat tinggal'.
Dengan skema seperti ini, biasanya guru-guru yang mengajar terbagi menjadi 2 macam: yaitu guru yang memang memiliki dedikasi dan cinta terhadap pekerjaan dan muridnya sehingga rela bertahan dengan segala keterbatasan/penekanan dan guru yang menjadi guru karena tidak diterima kerja di mana-mana, biasanya karena memiliki kualifikasi buruk, sehingga menjadi guru adalah pilihan terakhir dari pada menganggur. Sampai saat ini, khalayak masih sering memperdebatkan dan membandingkan keunggulan sekolah vs homeschooling. Padahal itu bukanlah pokok persoalan yang sering dihadapi para keluarga. Terkadang ada keluarga yang menolak untuk dieksploitasi. Mereka menolak untuk mendukung suatu sistem yang buruk dan ini adalah sebuah pilihan. |
Kreativitas
Anak
|
Written
by Cahyani Hidayati
|
|
S
aya
punya cerita lucu tentang membuat soal untuk anak-anak kelas satu SD di
tempat saya mengajar. Sekolahnya baru satu-dua tahun berdiri saat itu dan
walaupun semua pengajarnya sudah S1, tapi ternyata banyak yang bukan lulusan
keguruan, plus minim pengalaman mengajar.
Ceritanya waktu itu lagi musim koreksi soal Ujian Semester, ada salah seorang guru kelas satu SD yang bilang, Wah anak-anak ini kreatif banget jawabnya, pertanyaannya kira-kira: “Kita belajar di.... “ Itu adalah pertanyaan terbuka, bukan pilihan ganda, jadi anak-anak mengisi sesuai dengan pengalaman mereka saja, bukan berdasarkan panduan buku. Tentu saja jawabannya ada yang di ruang tamu, dapur, ruang makan, dan lain-lain. Orisinil banget deh.Jawaban-jawabannya mengundang tawa guru lain yang mendengarkan. Secara, lokasi sekolahnya ada di kompleks menengah ke bawah, tentu saja ukuran rumah yang sekitar Tipe 21 dan 27 itu memang ciri-cirinya ada satu ruang umum yang digunakan untuk apapun, dari terima tamu sampai tempat parkir motor. Tentu saja nggak bisa disalahkan jawaban anak-anak itu. Yang salah yang bikin soal. Kalo memang ngincer jawaban satu atau dua kata, ya harus spesifik sekali pertanyaannya |
Belajar
Membaca
|
Written
by Ika Rais
|
|
Ikutan sharing ya..... Berdasarkan pengalaman saya sih, saya tidak pernah mengenalkan abjad ke anak-anak saya karena saya pikir, susah banget sih ngenalin abjad plus memahami bentuknya. Jadi, saya ambil teori yang praktisnya saja saya langsung mengenalkan suku kata misalnya: ba ca, ba ta, sa ya, ba ru. Dalam hal ini saya memakai buku terbitan teman-teman dari Jogya. Hasilnya ok banget lho. Anak pertama saya, umur 5 tahun sudah bisa membaca, yang kedua malah belum 3 tahun sudah lancar. Yang ketiga ini (3 tahun), lagi latihan. Kalau bosen, saya suka main tebak-tebakan kata. Saya sebut, “Bi.....” Lalu saya tunggu anak-anak saya merespon. Yang sudah paham kosa kata biasanya langsung nyeletuk, “Ru..!” “Bi....” (saya) ”Sa!” ”Bi....” (saya) ”La!” Terus, saya ganti lagi, ”Ra...” (saya) ”Sa!” ”Ra...” (saya) ”Ba” Begitu saja... Tapi itu efektif sekali diterapkan di keluarga saya... Tapi bedakan lho, bisa membaca dengan menikmati membaca. Aak pertamaku, baru sekarang-sekarang ini setelah saya harus menunggu 6 tahunan... untuk bisa melihat bahwa dia memiliki minat tinggi membaca.... justru menumbuhkan hal ini yang nggak gampang...... Membaca, ibarat makan sayur... |
Sekolah
Internasional
|
Written
by Ines Setiawan
|
|
Apa itu sekolah internasional? Banyak esensi mengenai sekolah internasional yang harusnya diketahui oleh khalayak jarang dibahas atau diperdengarkan. Media pun sering tidak kritis mengulas tentang sekolah-sekolah yang mengaku internasional hanya untuk tujuan "berjualan". Tidak heran dalam benak kita, sekolah internasional adalah sekolah yang bukunya dari luar negeri, yang pakai bahasa inggris (padahal banyak sekolah internasional di Eropa misalnya menggunakan bahasa ibu mereka), yang uang sekolahnya mahal, yang gedungnya mentereng, yang ada 'bule'nya, yang gaya, dsb. Berikut sedikit informasi dari saya, semoga bisa menambah wawasan. International Baccalaureate Oraganization yang bermarkas di Geneva, Swiss mendefinisikan Sekolah Internasional sebagai sekolah yang menyelenggarakan "International Education". Kriteria apa saja yang menentukan sebuah penyelenggaraan pendidikan disebut International: 1. Developing citizens of the world in relation to culture, language and learning to live together (Membangun warga dunia dalam hubungannya dengan budaya, bahasa dan pembelajaran untuk bisa hidup bersama) Jadi, kalau ada sekolah mengaku internasional tetapi menghasilkan anak didik dengan mentalitas menghancurkan/merendahkan/mengeksploitasi negaralain/budaya lain, maka itu adalah penyimpangan. 2. Building and reinforcing students’ sense of identity and cultural awareness (membangun dan memperkuat identitas diri dan kesadaran budaya siswa). Jadi, kalau ada sekolah mengaku internasional tetapi tidak bisa menjadikan siswanya sebagai individu yang tahu akan identitas dirinya dan budaya yang melekat padanya, maka itu adalah penyimpangan. 3. Fostering students’ recognition and development of universal human values (Mendorong pengetahuan dan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan universal). Jadi, kalau ada sekolah yang mengaku internasional tetapi menghasilkan siswa yang misalnya kejam/tidak berempati, serakah, tidak sopan, suka menghina, dan seterusnya, maka itu adalah penyimpangan. 4. Stimulating curiosity and inquiry in order to foster a spirit of discovery and enjoyment of learning (Merangsang keingintahuan dan kehausan akan ilmu supaya bisa mendorong tumbuhnya semangat pencarian dan kesenangan akan belajar). Jadi, kalau ada sekolah mengaku internasional tetapi menghasilkan siswa yang menganggap belajar sebagai siksaan, maka itu adalah penyimpangan. 5. Equipping students with the skills to learn and acquire knowledge, individually or collaboratively, and to apply these skills and knowledge accordingly across a broad range of areas (Membekali siswa dengan ketrampilan untuk belajar dan memperoleh ilmu secara individu atau berkelompok, dan menerapkan keterampilan dan pengetahuan ini dalam berbagai area). Jadi, kalau ada sekolah mengaku internasional tetapi menghasilkan siswa yang tidak mampu belajar sendiri dan tidak mampu menerapkan apa yang telah dipelajarinya dalam berbagai konteks kehidupan, maka itu adalah penyimpangan. 6. Providing international content while responding to local requirements and interests (Menyediakan konten internasional <melewati batas negara> dengan tetap merespon kebutuhan dan kepentingan lokal). Jadi, kalau ada sekolah mengaku internasional tetapi hanya ‘sok luar negeri’ dan tidak pernah sensitif terhadap isu-isu lokal, maka itu adalah penyimpangan. 7. Encouraging diversity and flexibility in teaching methods (Mendorong keragaman dan fleksibilitas dalam metode pengajarannya). Jadi, kalau ada sekolah mengaku internasional tetapi memiliki metode pengajaran yang saklek/kaku/tidak terbuka terhadap peningkatan, maka itu adalah penyimpangan. 8. Providing appropriate forms of assessment and international benchmarking. (Menyediakan bentuk penilaian yang sesuai dan pembanding internasional). Jadi, kalau ada sekolah mengaku internasional tetapi mendasarkan penilaian hanya dari hasil ujian saja dan yang penilaiannya tidak dibandingkan dalam konteks lintas negara, maka itu adalah penyimpangan. Sebenarnya masih banyak lagi detil mengenai filosofi sekolah internasional yang kalau dibahas di forum, mungkin akan membosankan. Intinya, mari kita membagi informasi yang benar kepada sesama sehingga apapun pilihan setiap keluarga nantinya, pilihan tersebut didasarkan pada informasi yang benar bukan trik-trik pemasaran yang menjerumuskan. |
Belajar
Membaca
|
Written
by Siyam Junianto
|
|
Berdasarkan pengalaman kami, abjad bisa lebih cepat dihafal dengan cara dinyanyikan (yang populer adalah dengan lagu Twinkle Twinkle Little Star) :
a be ce de e ef ge
ha i je ka el em en o pe qi er es te u ve we ex ye zet Setelah hafal abjad, kami melanjutkan ke pengenalan suku kata (aiueo, ba bi bu be bo, dan seterusnya). Ini juga dengan cara dilagukan (lagunya ada di situs sekolah rumah). Bisa juga dibantu dengan flash card suku kata. Dengan cara seperti itu, alhamdulillah anak saya sekarang sedikit-sedikit bisa baca-baca tulisan yang dia temui kalau kami sedang jalan-jalan, misalnya papan penunjuk arah di mal: exit, toilet, dan sebagainya; atau tulisan-tulisan yang ada di kemasan produk. Berdasarkan pengalaman rekan-rekan anggota milis SekolahRumah, anak tidak mesti bisa membaca di usia dini. Jadi, kalau anaknya belum minat membaca, jangan dipaksakan untuk membaca dulu. Lebih baik diarahkan untuk pengembangan kegiatan fisik dulu: lari-lari, lompat-lompat, dan sebagainya. |
Menumbuhkembangkan
Minat Baca
|
Written
by Ellen Kristi
|
|
U
ntuk
pertanyaan bagaimana menumbuhkembangkan minat baca & tulis anak, saran
saya: pastikan bahwa orang-orang dewasa yang ada di rumah juga punya gairah
dalam membaca dan menulis! Selain itu: matikan TV selama anak belum tidur,
nyalakan hanya kalau benar-benar perlu dan ada program bagus saja. Survei
membuktikan: kebiasaan menonton TV di usia dini menghambat keterampilan membaca,
sebab TV membuat anak menjadi pembelajar imaji (image-learner) sedangkan
membaca butuh pembelajar lambang (symbols-learner).
Bagaimana mengetahui bakat dan minat khusus anak? Anak-anak cenderung tertarik kepada SEGALA HAL! Mereka ibarat spons yang siap menyerap informasi apa saja dan mencoba apa saja. Terlalu dini untuk menetapkan spesialisasi. Yang penting, ketika mereka menunjukkan minat untuk mempelajari lebih tentang sesuatu, segera fasilitasi. Carikan sumber-sumber yang memperkaya wawasannya tentang hal itu. Anak-anak juga biasanya suka mengulang-ulang satu kegiatan yang sama. Turuti saja. Repetition makes fluency and leads to mastery! |
Mengajar
Menulis
|
Written
by Ellen Kristi
|
|
Menjawab pertanyaan mengapa anak saya belum bisa menulis? Sharing, Memang kemampuan menulis biasanya berkembang lebih belakangan dibandingkan kemampuan membaca. Selama motorik halus anak belum bagus, dia harus berjuang keras untuk menggerakkan alat tulis seperti pensil atau bolpen. Jadi, sebetulnya SANGAT TIDAK BAGUS memaksa anak menulis di saat dia belum siap. Ini bisa membuat si anak frustrasi dan kadang rasa frustrasi ini terbawa sampai besar. Anak belum mahir menulis sampai umur 6-7 tahun itu masih wajar! Jangan biarkan kegiatan menulis menghambat keterampilan membacanya (' Kalau anak masih kesulitan dengan alat tulis, coba ajak dia menulis dengan jarinya di atas pasir, tepung, beras, atau membuat fingerpainting. Oh ya, dorong dia untuk menggambar sebanyak-banyaknya. Catatan: kalau dia menggambar lingkaran, ajari dan pastikan dia menggores berlawanan dengan arah jarum jam. Kebanyakan anak ingin membuat lingkaran menurut arah jarum jam, tetapi kebiasaan ini akan menghambatnya waktu belajar menulis, karena huruf-huruf yang ada unsur lingkaran kebanyakan ditulis berlawanan dengan arah jarum jam. Setelah nyaman dengan alat tulis, lanjutkan dengan kegiatan belajar menulis seperti ini: Tahap 1: menyalin tulisan tangan orang dewasa Tahap 2: menyalin dari buku Tahap 3: dikte 1-2 kalimat sederhana Tahap 4: dikte kalimat-kalimat yang lebih panjang Tahap 5: dikte beberapa kalimat |
Pilihan
Metode dan Model Homeschooling
|
Written
by Ellen Kristi
|
|
S
eperti
sering dibilang Pak Aar, metode dan model homeschooling bervariasi mulai dari
yang paling terstruktur (school-at-home) sampai yang paling tidak terstruktur
(unschooling). Rata-rata HS-er mencampur kedua pendekatan itu.
Saya termasuk yang sepakat bahwa model yang ideal adalah campuran antara kedua pendekatan. Mengapa? Sebab manusia pada dasarnya memiliki kedua aspek itu dalam dirinya: terstruktur dan tak terstruktur, otak kiri dan otak kanan, logis dan artistik. Barangkali tiap anak sudah membawa sertanya bakat (nature) untuk lebih aktif di salah satu belahan otak, tetapi kita tidak akan pernah tahu belahan otak yang manakah itu sebelum kita memberi rangsangan (nurture) yang cukup pada kedua belah otaknya. Pertanyaannya tentu saja (dan ini pertanyaan umum di kalangan para HS-er baru): di titik manakah antara terstruktur - tidak terstruktur itu pendekatan yang tepat buat anak saya? Setelah membaca beberapa bahan homeschooling, saya ingin coba bedah lebih jauh aspek filosofis di balik pendekatan terstruktur dan tidak terstruktur. Inti pembeda antara pendekatan terstruktur dan tidak terstruktur adalah bagaimana sejatinya ortu memandang sifat dasar anak dan apa nilai yang paling penting buat ortu. Apa yang Anda yakini tentang anak Anda? Apakah anak, terutama di tahap awal kehidupannya, perlu dibimbing secara intensif oleh orangtua (parents-led)? Kalau ya, Anda akan cenderung pendekatan terstruktur. Atau Anda percaya anak Anda bisa membimbing dirinya sendiri, ortu tinggal mengikuti (child-led)? Kalau ya, Anda akan cenderung pendekatan tidak terstruktur. Argumen parents-led: Ortu perlu intensif membimbing anak karena anak tidak selalu tahu apa yang terbaik bagi dirinya. Contoh: banyak anak yang kalau disuruh memilih tidak akan memilih makanan sehat (buah dan sayur). Memang bagus sekali kalau anak bisa dengan sadar memilih apa yang terbaik, tetapi kadang kesadaran datang terlambat. Bukan berarti ortu lebih pintar, tetapi ortu sudah lebih lama hidup dan lebih banyak melihat dunia, sehingga sudah jadi tugas ortu untuk membagikan apa yang terbaik yang ia tahu. Kelak, kalau anak sudah punya landasan nilai dan konsep yang memadai, ia bisa menentukan sendiri pilihan hidupnya. Argumen child-led: Setiap anak pada dasarnya suka belajar dan ingin ambil bagian secara aktif dalam dunia. Jika ortu memberi kebebasan dan kesempatan, anak akan belajar apa saja dengan senang hati dan bersemangat. Mempelajari sesuatu karena motivasi kuat dari diri sendiri jauh lebih efektif dibanding belajar karena didorong orang lain (termasuk ortu). Anak akan belajar bukan karena takut, rasa wajib, atau iming-iming, tapi karena ia merasakan sendiri enaknya jadi 'penemu' (sense of discovery). Parents-led dalam praktek homeschooling:
·
Nilai
yang diprioritaskan adalah kedisiplinan (kesanggupan anak untuk mengerjakan
yang terbaik, sekalipun ia tidak suka atau sedang malas mengerjakannya)
·
Ortu
berperan lebih aktif dalam menentukan kurikulum dan waktu belajar
·
Rumusan
tujuan pembelajaran jangka panjang jelas (ada prinsip-prinsip arahan dari
ortu)
Child-led dalam praktek homeschooling:
·
Nilai
yang diprioritaskan adalah kebebasan (kesanggupan anak untuk mengungkapkan
diri
·
sejujur-jujurnya
sekalipun itu berbeda atau menyakitkan)
·
Anak
berperan lebih aktif dalam menentukan kurikulum dan waktu belajar
·
Rumusan
tujuan pembelajaran jangka panjang dimatangkan lewat proses waktu (dirumuskan
sendiri oleh anak)
Kekurangan parents-led homeschooling:
·
sense
of discovery tidak optimal
·
bisa
muncul "perlawanan" dari anak ketika dia kurang suka atau sedang
tidak berminat pada suatu materi pelajaran
·
ortu
lebih sering mengalami "burnout" (kehabisan energi) karena harus
berperan aktif menyusun kurikulum dan proses belajar tidak selalu fun (anak
tidak selalu sedang berminat)
Kekurangan child-led homeschooling:
·
ortu
bisa sulit membedakan antara anak "tidak berminat" atau "belum
berminat" (karena belum paham apa yang baik atau mengapa itu baik),
sehingga ragu bagaimana harus memfasilitasi anak
·
jika
anak tidak berminat, skill anak akan ketinggalan dari teman-teman sebaya,
sampai saatnya (yang tidak bisa ortu prediksi kapan) ia berminat untuk
mempelajarinya (misal: membaca, menulis,berhitung atau matematika)
·
bagi
anak yang sudah pernah masuk sistem pendidikan publik, perlu waktu untuk
"detoks" sebelum ia nyaman dan melaju dengan pendekatan tak
terstruktur; lama-sebentarnya detoks tergantung seberapa banyak
"racun" yang terserap
Metode-metode homeschooling, dari yang paling terstruktur sampai yang paling tidak terstruktur (menurut saya): School-at-home, classical education, Back-to-Basics (3Rs), Charlotte Mason, Montessori, unschooling Kesimpulan saya: Untuk memilih metode dan model homeschooling, yang perlu dikenali bukan hanya karakter anak, tetapi juga karakter ortu dan nilai yang mereka prioritaskan, plus impian ortu tentang masa depan anak. Buat sebagian ortu, pengenalan tentang unsur-unsur ini sudah sedia sejak awal homeschooling. Tapi buat sebagian ortu lain butuh waktu lebih lama untuk merumuskannya, lewat coba-ralat. Makanya, jangan terlalu dibuat tegang. Homeschooling itu enak kok, kita bisa sewaktu-waktu mengubah metode dan materi ketika memang dirasa tidak cocok lagi! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa komentar dan pendapat anda? Adakah saran untuk admin?