Kalau kita perhatikan ibadah (ritual)
dalam Islam memiliki bentuk yang sangat
khas dibanding dengan agama lain. Apa
itu? Jika ibadah dalam agama lain
dilakukan dengan kondisi relatif
diam, tenang, dan pasif, maka ibadah dalam
Islam sangat dinamis, dan penuh
dengan gerakan-gerakan. Contoh sangat nyata adalah shalat. Shalat adalah ibadah
yang sangat sentral dan teragung dalam Islam, bahkan menjadi batas keimanan
seseorang atau tidak. Kalau kita amati, shalat dari awal sampai dengan akhir,
disertai dengan gerakan seluruh tubuh kita. Apalagi haji, sebagai ibadah
paripurna seorang muslim. Haji adalan ibadah total action, sangat penuh dengan
gerakan fisik. Kalau shalat meski penuh gerakan namun di tempat saja, maka haji
gerakannya melintasi tempat yang jauh. Begitu juga puasa, zakat, semuanya
action.
Secara jelas Al-Quran menyebut pesan
moral atau tujuan dari shalat berkaitan
dengan kerja. “…dan Dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar” (QS Al-Ankabut: 45)
Begitu juga ibadah shaum (puasa) yang
merupakan ibadah pengendalian nafsu dan penyucian diri, diakhiri dengan zakat
fitrah, yaitu berbagi kepada sesama. Tidak berbeda dengan shalat, puasa juga
harus mampu melahirkan semangat kerja. Haji diawali dengan wukuf (berdiam
diri), dilanjutkan dengan tawaf, melempar jumrah, dan saí. Semuanya action.
Dinamisnya ibadah dalam Islam juga
terlihat pada arsitektur masjid. Berbeda
dengan tempat ibadah agama lain yang
dirancang tertutup, sepi, kadang kalau
perlu gelap, jauh dari keramaian.
Masjid selalu bercirikan terang, terbuka,
banyak jendela, dan berada di dalam
pusat aktivitas manusia. Bahkan dalam
sejarah Nabi, pengaturan umat selalu
dilakukan di dalam masjid.
Ketinggian Kerja dalam Al-Quran dan
Sunah Nabi.
Al-Quran dalam banyak sekali ayat,
menyebutkan bahwa iman saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan amal
shaleh, kerja, action. Tidak cukup iman saja tetapi harus dimanifestasikan
dengan amal. Cukuplah, dinukilkan surat Al-Ashr untuk mewakili ayat-ayat
tentang iman dan amal shaleh.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Dari ciri-ciri orang yang tidak rugi,
selain keimanan semuanya berkaitan dengan kerja; amal shaleh, menasehati,
menaati kebenaran, menetapi kesabaran.
Al-Quran juga memerintahkan agar kita
selalu mencari karunia Allah di bumi
dengan bekerja sebagai ungkapan rasa
syukur, bahkan setelah shalat pun kita
dianjurkan untuk segera bertebaran di
muka bumi untuk bekerja. Sebagaimana
disebut dalam ayat-ayat berikut:
“.. Dan bekerjalah, Wahai Keluarga
Daud, sebagai (ungkapan) syukur (kepada
Allah) (QS 34;14)
“Dialah yang menjadikan bumi itu
mudah bagimu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian
dari rezeki-Nya.” (QS 67: 15)
“Apabila Telah ditunaikan shalat,
Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”( QS 62: 10)
Dalam hadis juga banyak diungkapkan
tentang orang-orang yang utama, kebanyakan berkaitan dengan kerja, tindakan,
action. Berikut di antaranya hadis-hadis yang terkenal:
“Sebaik-baik kamu adalah yang paling
baik perangainya/ akhlaqnya”
“Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi manusia”
“Muslim yang terbaik adalah muslim
yang muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya.”
“Sebaik-baik kamu adalah yang belajar
Al-Quran dan mengajarkannya”
“Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik
(berperilaku) kepada keluarganya”
“Tangan diatas lebih baik daripada
tangan di bawah”
“Sebaik-baik kamu ialah orang yang
mempertahankan keluarganya selagi perbuatan itu tidak membawa kepada dosa”
“Barangsiapa yang menjadi susah pada
petang hari kerana kerjanya, maka
terampunlah dosanya.” (Hadis riwayat
Tabrani)
Bekerja bukan hanya dianjurkan untuk
memberi manfaat kepada manusia, tetapi juga sangat dipuji jika bermanfaat bagi
makhluk yang lain.
Rasulullah S.A.W. bersabda, “Seorang
muslim yang menanam atau menabur benih, lalu ada sebahagian yang dimakan oleh
burung atau manusia, atapun oleh binatang, nescaya semua itu akan menjadi
sedekah baginya” (Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Ketika menyebutkan ciri-ciri orang
yang beriman, baik dalam Al-Quran selalu
menyebut dengan amal, kerja,
kegiatan, atau action. Misalnya ciri-ciri orang
beriman dalam surat Al-Mukminun 1-11,
yang menyebutkan ciri orang beriman
sebagai orang yang khusyu shalat,
berzakat, meninggalkan perbuatan yang sia-sia, menjaga kehormatan (kemaluan),
dan menjaga amanat. Dalam Hadis terkenal misalnya ciri orang beriman adalah
berkata baik atau diam, menghormati tetangga. Kebanyakan ciri-ciri orang
beriman berkaitan dengan amal nyata atau kerja.
Suatu ketika, Rasulullah mencium
tangan kasar seseorang karena bekerja keras sebagai pemecah batu dan beliau
memujinya bahwa tangan itu dicintai Allah. Subhanallah! …..
Kerja Keras Para Nabi dan Orang-orang
Shalih
Kemudian kalau kita pelajari sejarah
para Nabi AS, apalagi sejarah Nabi
Muhammad SAW, para sahabat Nabi,
hingga zaman keemasan Islam semua memiliki teladan yang sama, yaitu kerja keras
membangun diri dan masyarakat. Tidak ada satu pun contoh-contoh dari mereka
yang hanya mementingkan ibadah ritual semata.
Hal ini dilanjutkan oleh para
Khalifah Rasyidah, hingga dalam waktu singkat
(terutama masa Umar Al-Faruq) Islam
menyebar dengan penaklukan Persia
(superpower masa itu) ke barat hingga
ke Afrika berhadapan dengan Bizantium
(superpower yang lain). Kemudian
sejarah berlanjut hingga penaklukan Eropa,
India, sehingga umat Islam menjadi
pusat peradaban dan ilmu pengetahuan pada saat itu. Sejarah yang luar biasa!
Dan itu dicapai dengan kerja keras, bukan hanya ibadah ritual semata.
Secara pribadi, kita juga mendapati
Rasulullah SAW dan para sahabat adalah
orang-orang yang menyukai kerja.
Rasulullad SAW selain bekerja untuk umatnya, beliau melubangi sendiri sandalnya,
menambal sendiri bajunya, memeras sendiri susu kambingnya dan melayani
keluarga. Subhanallah, Rasulullah adalah pemimpin sejati!
Kerja: Gerak Universal alam semesta
Al-Quran memuat sangat banyak
kejadian-kejadian alam semesta, bahkan menurut Dr Mahdi Ghulsyani (cendekiawan
muslim Iran) hingga 10% dari ayat-ayat Al-Quran. Semua berpusat pada
ketundukan, tasbih dan sujud jagad raya pada Tuhannya. Salah satu di antaranya,
“Bertasbihlah kepada Allah semua yang ada di langit dan di bumi, dan Dia Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”(QS 61:1)
Kita tidak tahu bagaimana tasbih alam
semesta, namun manifestasinya sangat
jelas. Manifestasi dari tasbih dan
sujud alam semesta adalah aneka kerja yang
kontinu dan teratur dari alam
semesta. Gerakan aneka benda langit pada orbitnya, reaksi fusi bintang-bintang
yang menyebarkan energi kepada lingkungan, pengembangan alam semesta, sebagai
contoh di antaranya. Semua bergerak, bekerja, dan berproses, itulah bentuk
ibadah mereka yang bisa kita lihat. Di antara bentuk ibadah batu misalnya
adalah dengan meluncur jatuh, sebagaimana ayat, “.. dan di antaranya (batu) ada
yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah”(QS 2:74)
Kau bekerja, supaya langkahmu seiring
irama bumi
Serta perjalanan roh jagad ini
Berpangku tangan menjadikanmu orang
asing bagi musim,
Serta keluar dari kehidupan itu
sendiri
Yang menderap perkasa, megah dalam
ketaatannya
Menuju keabadian masa
Bekerja sebagai Pengabdian kepada
Allah SWT
Kalau sekedar bekerja, bukankah semua
orang melakukan, umat lain melakukannya? Bahkan kaum ateis pun bekerja. Lalu
apa bedanya?
Tentu ajaran bekerja para Nabi sangat
berbeda. Bekerja dalam ajaran Islam
adalah manifestasi dari iman. Bekerja
adalah sebagai bagian dari ibadah. Sedang bagi umat yang lain, mungkin hanya
sekedar mengisi waktu, mengejar harta, dll.
Berikut secara ringkas ciri bekerja
sebagai pengabdian kepada Allah SWT:
1. Motivasi kerja : pengabdian kepada
atau mencari ridha Allah SWT
2. Cara kerja : sesuai/tidak
bertentangan dengan syariat Islam
3. Bidang kerja : yang halal,
baik/ma’ruf
4. Manfaat kerja : kebaikan,
kesejahteraan, keselamatan bagi semua (rahmatan lil alamin)
Dengan bekerja sebagai motivasi
ibadah, semestinya selalu memberikan yang
terbaik. Selalu bekerja semaksimal
mungkin, bukan seadanya. Itulah yang disebut sebagai “ihsan” (berbuat baik)
atau “itqan”(hasil terbaik). Allah bahkan
memerintahkan kita meniru karya Allah
dalam bekerja, “… maka berbuat baiklah (fa ahsin) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu”(QS 28:77)
Bekerja dengan motivasi di atas
semestinya juga akan melahirkan kerja keras,
tegar, jujur, dan profesional dalam
kondisi apa pun. Berbeda dengan motivasi
jabatan misalnya, hanya bekerja
ketika ada iming-iming atau konsekuensi jabatan, jika tidak dia akan enggan.
Sedang bekerja dengan motivasi ibadah semesteinya akan bekerja dengan semangat
meski imbalan langsung tidak nampak, meskipun uang sedikit, meski tidak ada
yang melihat, meski tidak dipuji atasan. Karena memang motivasinya adalah
pengabdian kepada Allah SWT. Sedang Dia selalu ada, selalu mengawasi, selalu
mengetahui apa yang kita lakukan.
Kalau demikian, mengapa bangsa muslim
kini justru identik dengan bangsa yang malas, tidak dapat dipercaya, tidak
disiplin, kurang etos kerja, bahkan :
korup!? Ini kenyataan yang harus kita
akui bersama, dan menjadi tugas kita
bersama untuk memperbaiki. Mulai dari
diri sendiri, di sini dan sekarang!
Ternyata kini kita bekerja jauh dari
semangat dan nilai-nilai Islam dan teladan
para pendahulu kita. Kita juga
memandang agama dengan cara yang salah. Kita menganggap kerja dan ibadah adalah
dua hal yang berbeda dan terpisah. Akibatnya adalah sikap mendua (split
personality) dalam bekerja. Maka kini kita dapati kenyataan aneh seperti orang
yang rajin beribadah (ritual) namun rajin juga menilap aset kantor, bahkan
milik masyarakat, tidak jujur, atau suka main terabas.
Thank for share
>>>http://soni69.tripod.com
Ibadah adalah penghambaan
kepada Allah semata, namun semua ibadah kita harus memiliki implikasi kerja,
implikasi sosial. Bahkan tata urutan ibadah selalu terkait dengan kerja.
Shalat, misalnya, didasari dengan wudlu (penyucian diri), diawali dengan takbir
(pengagungan kepada Allah), dan diakhiri dengan salam ke kanan dan kekiri.
Salam adalah menyebarkan kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan. Pesannya
sangat jelas! Kegiatan ibadah shalat berupa ibadah penyucian diri, dan
mengagungkan Allah, harus dibuktikan dengan menyebarkan kedamaian,
kesejahteraan dan keselamatan kepada lingkungan. Dan itu –tidak bisa tidak-
dilakukan dengan kerja, action.
Semua kegiatan ibadah
memiliki benang merah yang sama. Kegiatan ibadah adalah merupakan penyucian
jiwa, pengisian dengan sifat-sifat suci Allah, pengagungan dan berkomunikasi
dengan Allah, yang harus diwujudkan dalam amal shaleh – kerja- kepada sesama.
Sebagai contoh akan
diulas singkat teladan Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW. Di antara para rasul
yang paling banyak dikisahkan dalam Al Quran adalah Nabi Musa AS. Kalau dilihat
kisahnya, berisi perjuangan luar biasa membina masyarakat Bani Israil. Mulai dari
hijrah bertemu Nabi Syuaib AS, menghadapi Firaun, memimpin exodus besar-besaran
Bani Israil dari Mesir ke Palestina yang memakan waktu puluhan tahun, hingga
yang sangat menyita waktu adalah memberi dakwah kepada Bani Israil yang sangat
“ngeyel”.
Begitu juga Nabi Muhammad
SAW, beliau tidak hanya menghabiskan waktu untuk berzikir saja. Baik pada
periode Makkah maupun Madinah, beliau bekerja keras mendakwahkan Islam person
to person, membina mental sahabat, membentuk kader, membangun masyarakat, memimpin
perang, mengatur strategi, membuat perundingan, dan lain-lain. Kalau kita
pelajari detil sejarah Nabi Muhammad SAW, kita dapati hari demi hari, tahun
demi tahun yang penuh perjuangan dan kerja keras bersama para sahabat. Pada
saat Rasulullah SAW wafat umat Islam menguasai hampir seluruh jazirah Arab.
Banyak sekali ayat-ayat
tentang alam semesta, dari yang besar mengenai galaksi hingga hewan-hewan kecil
seperti semut, semua mengikuti perintah Allah dengan bekerja secara terus
menerus. Sehingga kita bekerja pada dasarnya adalah seirama dengan gerak
universal alam semesta, seirama dengan sujud alam semesta. Kahlil Gibran dalam
Sang Nabi membuat puisi yang sangat indah:
Kita sudah shalat, namun
shalat kita belum mampu membangun karakter sehingga mampu mencegah dari
perbuatan keji dan munkar. Kita belum bisa menjadikan puasa sebagai perisai
kita melawan tarikan nafsu-nafsu yang rendah. Kita belum mampu menjadikan haji
sebagai total pengabdian kepada Allah SWT.
Masya Allah, kita
beragama namun menjauh dari nilai-nilai agama. Kita beribadah ritual namun kita
semakin menjauh dari petunjuk Allah. Kita lebih memilih topeng dalam beragama.
Kita memilih kulitnya, lalu membuang isinya.
Akhirnya, marilah kita
jadikan setiap ayunan langkah kita dalam bekerja sebagai zikir kita kepada
Allah SWT. Kita jadikan setiap gerakan tangan kita dalam bekerja sebagai tasbih
kita kepadaNya. Kita jadikan setiap ucapan dan pikiran dalam bekerja sebagai
sujud dan syukur kita kepada Rabbul Izzati.
Amien!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa komentar dan pendapat anda? Adakah saran untuk admin?